Frekuensi interaksi perawat dengan pasien tergolong
paling sering dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lainnya, maka
keberadaan perawat di rumah sakit sangat penting pula dalam memegang peranan atas
kelangsungan kondisi pasien.
Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat berkeharusan bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu bayi yang baru lahir sampai orang lanjut usia sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi sang pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar perawatan lebih efektif.
Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat berkeharusan bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu bayi yang baru lahir sampai orang lanjut usia sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi sang pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar perawatan lebih efektif.
Empati
merupakan perasaan "pemahaman" dan "penerimaan" perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan "dunia
pribadi pasien". Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak
dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati
berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir atau merasakan
apa yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih
bersifat subjektif dengan melihat "dunia orang lain" untuk mencegah
perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang
sedang dialami seseorang.
Empati
cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat
komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada pasien, misalnya,
jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini sulit
dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman atau
situasi yang relevan, perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada
semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai "kunci"
sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang
dirasakan klien.
Sebagai
"perawat empatik", perawat harus berusaha keras untuk mengetahui
secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti
ini, empati dapat di-ekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai
ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang
klien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami
pasien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap
sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang
lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement)
tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih
sensitif dan ikhlas.
Ada empat karateristik perawat yang mampu
bersikap empati (Wiseman,1996) yaitu :
- Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata klien,
- tidak bersikap menghakimi,menyalahkan atau menghina,
- kemampuan untuk mengerti perasaan orang lain,dan
- kemapuan mengkomunikasikan pengertiannya terhadap permasalahan klien.
Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh
stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2 tipe :
1.Empati Dasar (Basic
empaty)
Merupakan
respon alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain.Contoh empati dasar
misalnya ketika ada anak kecil menangis,secara spontan seseorang akan
bertanya,”Ada apa nak?bkenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak itu.
2.Empati Terlatih (
Trained Empaty / Clinical Empaty / Profesional Empaty)
Merupakan
kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka
menolong orang lain.Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau
yang telah memperolehpelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara
tepat pada setiap keadaan kliennya.Misalnya ketika klien menangis menceritakan
tentang kesedihannya ditinggal oleh suaminya,perwat duduk diam mendengarkan
keluhan,kesedihan atau pengingkaran klien sambil mengusap-usapkan punggung
klien dengan lembut.
·
Konkrit
Konkrit adalah dalam berkomunikasi
perawat menggunakan terminologi yang spesifik bukan abstrak.Hal ini perlu untuk
menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan.Stuart G.W.(1998) telah
mengidentifikasikan tiga kegunaannya nyaitu :
a).Mempertahankan
respon perawat terhadap perasaan klien.Dengan berespons secara ekspresi
yang konkrit menunjukkan ekspresi yang konkrit,bukan berpura-pura
disertai pernyataan yang jelas dan sesuai perawar akan mampu menunjukkan dan
mempertahankan responnya terhadap perasaan klien.
b).Memberi
penjelasan yang akurat pernyataan-pernyataan yang konkrit dan tidak abstrak
dari perawat akan mendukung setiap penjelasan yang disampaikan nya pada klien.Perkataan
yang penuh keraguan dan penggunaan istilah yang tidak dimengerti oleh klien
hanya akan membingungkan klien.
c).Mendorong klien memikirkan
masalah yang spesifik dengan berespons secara konkrit,perawat dapat mendorong
klien untuk lebih focus pada masalah yang dihadapinya.Hal ini terjadi karena
respons yang konkrit dari perawat menumbuhkan rasa percaya klien sehingga klien
mau dan mampu mengungkapkan masalahnya.
- Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran,
ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon
dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan
spontan.
- · Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus
tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa
menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang
menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan
klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
1. Konfrontasi
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat
tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan
Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi,yaitu:
a.
Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi
klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien.
b.
Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan
perilaku klien.
c.
Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman
perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien
terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi
dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Kemampuan perawat dalam
menunjukkan empatinya pada setiap pasien tentu berbeda-beda, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
- pikiran yang optimis,
- tingkat pendidikan,
- keadaan psikis,
- pengalaman,
- usia,
- jenis kelamin,
- latar belakang sosial budaya,
- status sosial, dan
- beban hidup.
Kemampuan
empati terkadang memang tidak dapat langsung muncul dari diri seorang perawat
begitu saja, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan empati, yaitu:
1. Peduli, perhatian dari perawat kepada pasiennya, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga pasien dapat merasa nyaman karena diperhatikan.
2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap memiliki kemampuan empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, psikolog, maupun dokter di rumah sakit perawat tersebut mengabdi.
3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak pernah berlatih maka akan kalah dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin berlatih mengasah kemampuan empatinya.
4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik dan melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana, dengan berbagi pengalaman dengan sesama rekan sekerja maka diharapkan perawat akan lebih tangguh dan hebat.
1. Peduli, perhatian dari perawat kepada pasiennya, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga pasien dapat merasa nyaman karena diperhatikan.
2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap memiliki kemampuan empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, psikolog, maupun dokter di rumah sakit perawat tersebut mengabdi.
3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak pernah berlatih maka akan kalah dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin berlatih mengasah kemampuan empatinya.
4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik dan melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana, dengan berbagi pengalaman dengan sesama rekan sekerja maka diharapkan perawat akan lebih tangguh dan hebat.
Melalui penelitian,Mansfield (dikutip oleh Stuart dan
Sundeen 1987,hl.129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang
menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
a. Memperkenalkan diri dengan klien.
b. Kepala dan badan membungkuk kearah klien.
c. Respon verbal terhadap pendapat klien,khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
d. Kontak mata dan respon pada tanda non verbal klien,misalnya nada suara,gelisah,ekspresi wajah.
e. Tunjukkan perhatian,minat,kehangatan melalui ekspresi wajah.
f. Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
a. Memperkenalkan diri dengan klien.
b. Kepala dan badan membungkuk kearah klien.
c. Respon verbal terhadap pendapat klien,khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
d. Kontak mata dan respon pada tanda non verbal klien,misalnya nada suara,gelisah,ekspresi wajah.
e. Tunjukkan perhatian,minat,kehangatan melalui ekspresi wajah.
f. Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
Manfaat Empati
Dengan menunjukkan rasa
empati terhadap pasien, seorang dokter dapat memetik manfaat-manfaat sebagai
berikut:
·
Menyokong atau
meningkatkan pertumbuhan dalam kesucian, kebajikan, kasih dan hikmat spiritual.
·
Menolong pasien untuk
menjadi kuat
·
Menolong pasien untuk
mandiri
·
Menolong pasien untuk
melihat realitas
·
Menolong pasien untuk
mendapatkan kepastian bahwa: masalahnya adalah masalah umum, sudah diketahui
penyebabnya, ada metode perawatan, dsb.
Perry Potter
(2005) Fundamental Keperawatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar