Kamis, 13 Desember 2012

CARING


Secara bahasa, istilah caring diartikan sebagai tindakan kepedulian. Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, serta suatu perasaaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi.
 Crips dan Taylor (2001) :
Caring merupakan fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana SSO berpikir, merasakan, & berperilaku dlm hubungannya dengan orang lain.
Rubenfild (1999) :
Caring yaitu memberikan asuhan, dukungan emosional pada klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Beberapa pengertian caring menurut para ahli
a. Florence nightingale (1860) : caring adalah tindakan yang menunjukkan pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan lingkungan bersih, ventilasi yang baik dan tenang kepada pasien.
b. Delores gaut (1984) : caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada tiga makna dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian, bertanggung jawab, dan ikhlas.
c. Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan emosional pada klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Teori Caring Menurut Watson
     Dr.Jean Watson pencetus The Human Caring dikembangkan pada tahun 1975 – 1979. Menurut watson ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah
a. Caring akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal
b. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga
c. Caring merupakan respon yang di terima klien tidak saat itu saja,tapi dapat memengaruhi keadaan klien selanjutnya
d. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan klien
e. Caring terdiri dari faktor kuratif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memnuhi kebutuhan klien
f. Caring lebih kompleks dari pada curing,karena praktek caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam meningkatkan derajat kesehatan klien
g. Caring merupakan inti dari keperawatan(Julia,1995)
Watson menekankan sikap caring ini harus tercemin sepuluh faktor kuratif yang berasal dari perpaduan nilai nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar.
a. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik
b. Memeberikan kepercayaan harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik
c. Menumbuhkan kesensitifan terhadap klien
d. Membangun hubungan saling percaya
e. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal
f. Menciptakan lingkungan fisik,mental,sosialkultural dan spritual yang mendukung
g. Menggunakan metode penyelesaian keputusan(proses keperawatan)
h. Memberi bimbingan yang memuasakan klien
i. Menerima perasaan positif dan negatif dari klien
j. Mengizinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenolmenologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai
 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan keluarga.
a. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang merupakan sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti perawata selalu bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
b. Sentuhan
    Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
1) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
2) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan (komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
3) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara bijaksana.
c. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci, sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan membantu perawat dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
d. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien. Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis. Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
e. Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui hubungan intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau hubungan dengan orang lain dan lingkungan, serta transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan hal seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang diterima klien; membantu klien dalam menggunakan sumber daya sosial, emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan roh.
f. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi keperawatan sering bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi informasi dengan perawat untuk menyampaikan terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam proses penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga. Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan anggota keluarga klien.
perry dan petter fundamental  keperawatan
http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2012/03/09/makalah-konsep-dasar-keperawatan-bab-caring/
http://staff.undip.ac.id/psikfk/meidiana/2010/06/04/konsep-caring/
http://cobus123456.blogspot.com/2012/10/konsep-caring-dalam-keperawatan.html
      

EMPATI



Frekuensi interaksi perawat dengan pasien tergolong paling sering dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lainnya, maka keberadaan perawat di rumah sakit sangat penting    pula dalam memegang peranan atas kelangsungan kondisi pasien.
Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat berkeharusan bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu bayi yang baru lahir sampai orang lanjut usia sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi sang pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar perawatan lebih efektif.
Empati merupakan perasaan "pemahaman" dan "penerimaan" perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan "dunia pribadi pasien". Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir atau merasakan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan melihat "dunia orang lain" untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.
Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada pasien, misalnya, jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini sulit dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman atau situasi yang relevan, perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai "kunci" sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan klien.
Sebagai "perawat empatik", perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat di-ekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang klien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas.
Ada empat karateristik perawat yang mampu bersikap empati (Wiseman,1996) yaitu :
  • Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata klien,
  • tidak bersikap menghakimi,menyalahkan atau menghina,
  • kemampuan untuk mengerti perasaan orang lain,dan
  • kemapuan mengkomunikasikan pengertiannya terhadap permasalahan klien.
Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2 tipe :
1.Empati Dasar (Basic empaty)
Merupakan respon alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain.Contoh empati dasar misalnya ketika ada anak kecil menangis,secara spontan seseorang akan bertanya,”Ada apa nak?bkenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak itu.
2.Empati Terlatih ( Trained Empaty / Clinical Empaty / Profesional Empaty)
Merupakan kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka menolong orang lain.Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau yang telah memperolehpelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat pada setiap keadaan kliennya.Misalnya ketika klien menangis menceritakan tentang kesedihannya ditinggal oleh suaminya,perwat duduk diam mendengarkan keluhan,kesedihan atau pengingkaran klien sambil mengusap-usapkan punggung klien dengan lembut.
·         Konkrit
Konkrit adalah dalam berkomunikasi perawat menggunakan terminologi yang spesifik bukan abstrak.Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan.Stuart G.W.(1998) telah mengidentifikasikan tiga kegunaannya nyaitu :
a).Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien.Dengan berespons secara  ekspresi yang konkrit  menunjukkan ekspresi yang konkrit,bukan berpura-pura disertai pernyataan yang jelas dan sesuai perawar akan mampu menunjukkan dan mempertahankan responnya terhadap perasaan klien.
b).Memberi penjelasan yang akurat pernyataan-pernyataan yang konkrit dan tidak abstrak dari perawat akan mendukung setiap penjelasan yang disampaikan nya pada klien.Perkataan yang penuh keraguan dan penggunaan istilah yang tidak dimengerti oleh klien hanya akan membingungkan klien.
c).Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik dengan berespons secara konkrit,perawat dapat mendorong klien untuk lebih focus pada masalah yang dihadapinya.Hal ini terjadi karena respons yang konkrit dari perawat menumbuhkan rasa percaya klien sehingga klien mau dan mampu mengungkapkan masalahnya.
  •   Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

  • ·         Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.

      1.  Konfrontasi
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi,yaitu:
a.      Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien.
b.      Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c.       Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).

4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Kemampuan perawat dalam menunjukkan empatinya pada setiap pasien tentu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
  • pikiran yang optimis,
  • tingkat pendidikan,
  • keadaan psikis,
  • pengalaman,
  • usia,
  • jenis kelamin,
  • latar belakang sosial budaya,
  • status sosial, dan
  • beban hidup.
 Kemampuan empati terkadang memang tidak dapat langsung muncul dari diri seorang perawat begitu saja, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan empati, yaitu:
1. Peduli, perhatian dari perawat kepada pasiennya, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga pasien dapat merasa nyaman karena diperhatikan.
2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap memiliki kemampuan empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, psikolog, maupun dokter di rumah sakit perawat tersebut mengabdi.
3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak pernah berlatih maka akan kalah dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin berlatih mengasah kemampuan empatinya.
4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik dan melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana, dengan berbagi pengalaman dengan sesama rekan sekerja maka diharapkan perawat akan lebih tangguh dan hebat.

Melalui penelitian,Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen 1987,hl.129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
a. Memperkenalkan diri dengan klien.
b. Kepala dan badan membungkuk kearah klien.
c. Respon verbal terhadap pendapat klien,khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
d. Kontak mata dan respon pada tanda non verbal klien,misalnya nada suara,gelisah,ekspresi wajah.
e. Tunjukkan perhatian,minat,kehangatan melalui ekspresi wajah.
f. Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.

Manfaat Empati
Dengan menunjukkan rasa empati terhadap pasien, seorang dokter dapat memetik manfaat-manfaat sebagai berikut:
·         Menyokong atau meningkatkan pertumbuhan dalam kesucian, kebajikan, kasih dan hikmat spiritual.
·         Menolong pasien untuk menjadi kuat
·         Menolong pasien untuk mandiri
·         Menolong pasien untuk melihat realitas
·         Menolong pasien untuk mendapatkan kepastian bahwa: masalahnya adalah masalah umum, sudah diketahui penyebabnya, ada metode perawatan, dsb.